Basmalah... Bismillahirrahmanirrahiim

Hope Allah always beside on me, beside on us... and blessing all we do. Because without Allah, we are nothing.
Start everything in the name of Allah.

Kunjungan

Akhirnya mendapatkan petunjuk, untuk menjadikan halaman ini sebagai ruang belajar baru antara aku dan anakku. antara Shafiyyah dan Saffanah. mari kita coba -23042013-
free counters
Blogger Indonesia

Friday, October 07, 2011

Cerpen 4 : Book and Ship*

Dari mana rasa suka itu datang?

Dari mata turun ke hati?

Bukan-bukan… bukan itu…

Dari mulut turun ke perut?

Itu kalau lapar, lalu?

Kalau ‘friendship’? *

 

Ceritanya bermula dari sebuah ruang perawatan buku perpustakaan sebuah SMA, di dalam ruang baca yang sederhana dan penuh buku-buku, biasanya ada banyak siswa yang belajar, membaca, atau sekedar lihat-lihat buku. Tapi ini cerita yang lain, Dira, seorang cewek cantik yang sudah sejak kecil sangat menyukai bacaan, terutama buku, menemukan cerita yang lain diantara buku-buku baru di perpustakaan sekolahnya, cerita dari ruang perawatan buku.

Menurut Dira, seharusnya buku yang baru keluar dari ruang perawatan, belum ada yang bisa meminjam, apa lagi sampai menuliskan nomor anggota di daftar peminjam buku-nya, tanpa seizin petugas perpustakaan. Tapi, setiap kali buku baru yang jadi incaran Dira muncul di rak buku baru, sebagian sudah pernah dibaca oleh orang lain, satu nomer berkode, D.2010.XA-15. Dan itu tidak mungkin nomor petugas perpustakaan.

Inisialnya pasti D, dengan tahun masuk ke sekolah 2010, dan waktu kelas X, kemungkinan besar di  X-A, dan nomor presensinya 15. Karena nomor milik Dira adalah D.2011.XB-10. Dengan urutan nomor yang dia pahami. Penasaran? Sangat! Karena Dira sangat suka membaca buku baru, tapi dia sangat tidak telaten untuk menyampul atau menyimpan dengan baik buku-buku yang dia punya. Jadi Dira sangat jarang membeli buku, kecuali dia memiliki kesempatan lebih untuk jalan-jalan ke toko buku, dan merawat bukunya sebelum membacanya.

 

Sudah satu tahun berlalu, tapi Dira tidak juga menemukan siapa orang yang meminjam buku-buku itu sebelum dia, jadi dengan berat hati, dan dengan sangat ingin membebaskan diri dari rasa penasarannya, Dira menemui petugas perpustakaan yang berjaga hari itu, sepulang sekolah.

“Pak, permisi.”

“Ada apa, Mbak Dira, ya?”

“Iya, Pak. Pak begini, saya mau bertanya, apa ada buku baru yang bakalan keluar besok atau dalam minggu ini?”

“Ada, Mbak Dira. Mbak Dira mau pinjam bukunya kalau ditaruh di rak besok, atau mau saya simpankan?”

“Boleh, Pak. Bisa saya lihat daftar buku-nya?”

Dira menerima satu lembar daftar buku baru yang akan ditaruh di rak besok pagi.

“Hm, yang ini saja, Pak. Besok bisa saya ambil pagi-pagi, Pak?”

“Hm, waktu jam istirahat saja, Mbak Dira. Takutnya kalau saya belum selesai beres-beres.”

“Ya, sudah kalau begitu, terima kasih, Pak.”

Dan keesokan paginya, Dira memutuskan untuk datang pagi sekali ke sekolah, duduk di depan pintu ruang perpustakaan yang masih terkunci, dan mengamati setiap wajah yang lewat. Tapi sampai bel masuk berbunyi, Bapak petugas perpustakaannya belum muncul, jadilah Dira sedikit menyesal, dan dia dengan berat hati mengikuti pelajaran pertamanya hari itu.

 

Saat bel jam istirahat berbunyi, Dira menolak semua ajakan teman-temannya yang mau ke kantin, dan dengan tergesa dia berlari menuju ruang perpustakaan yang cukup jauh dari jangkauannya. Saat sampai di perpustakaan, sepi. Hanya ada dua orang anak perempuan sedang sibuk berdiskusi tentang tugas mereka. Dira segera menghampiri meja petugas perpustakaan, dan disambut dengan senyuman oleh si bapak.

“Wah, Mbak Dira, gak ke kantin dulu?”

“Nggak, Pak. Oh, ya, buku yang kemarin saya pesan?”

“Oh, ini.” Dua buku yang sudah bersampul rapi itu berpindah tangan.

“Di isi buku pinjam-nya dulu, ya, Mbak Dira.”

“Iya, Pak.”

Sambil mengisi buku daftar peminjaman, Dira memeriksa bagian belakang buku yang ada kartu daftar peminjamnya. Dan Dira menemukan nomer yang sama.

“Sudah, Pak.” Dira mengembalikan pena yang dipakainya.

“Satu minggu, ya, Mbak.”

“Oh, ya, Pak. Sampai lupa, mau tanya. Yang menyampul buku-buku ini siapa, ya, Pak?”

“Kenapa, Mbak Dira? Mau disampulkan juga buku-nya?”

“Hehe, kalau bisa, sih, Pak.” Dira berusaha menutupi rasa penasarannya, dia sudah semalaman mencari pertanyaan yang tepat agar tidak ketahuan sedang mencari identitas seseorang.

“Dygta. Sekarang dia kelas XII, dia kerja sambilan, Mbak. Buat nambah uang saku. Lumayan, satu buku dia cuma minta seribu. Meringankan pekerjaan saya.”

“Dygta? Dygta yang ketua eks-kul futsal itu?” Dira menggaruk kepalanya yang tak gatal.

“Iya, Mbak Dira kenal? Bilang aja langsung, dia dengan senang hati membantu, kok, kalau soal buku.”

 

Sepulang sekolah Dira memutuskan untuk menunggu Dygta didepan sekolah. Sampai sekolah sepi, dia tidak menemukan sosok yang ditunggunya, dengan berat hati Dira melangkah meninggalkan sekolahnya. Belum sepuluh langkah Dira menjauh, seseorang yang dikenalinya sebagai Dygta, lewat disampingnya. Otomatis dia berteriak memanggil, dan yang dipanggil me-rem sepedanya tiba-tiba, sesaat Dygta menemukan sosok Dira yang hendak menghampirinya.

“Maaf,lagi buru-buru. Besok aja, ya!” Dygta berseru tanpa menunggu Dira mendekatinya.

Dan hari itu berakhir tanpa rasa menyenangkan bagi Dira.

 

Dira memutuskan masuk ke ruang perpustakaan beberapa hari berikutnya, tidak dengan niat menemukan Dygta, dan sudah tanpa harapan rasanya untuk bisa mendapatkan penjelasan tentang buku-buku yang apakah itu dibaca Dygta atau tidak. Tapi seseorang mengejutkannya saat Dira sedang serius dengan buku bacaannya.

“Maaf kemaren, ada apa? Dygta duduk dihadapan Dira. Dira hanya terdiam, menemukan Dygta dihadapannya. Lama, sampai Dygta harus melanjutkan kalimatnya duluan.

“Kemaren aku harus buru-buru, sebab teman-teman sudah menungguku di lapangan futsal, aku keluarnya telat, soalnya harus bantu merapikan buku di perpustakaan. Jadwalnya setiap hari Rabu dan Sabtu. Kamu Dira, kan? Aku sempat gak yakin waktu kamu sapa kemaren, tapi setelah aku ingat-ingat beberapa hari ini, aku baru yakin betul kamu yang menyapaku.” Akhirnya Dira menarik nafasnya panjang, dan memulai bicara.

“Kamu baca buku-buku novel sastra dan cerita-cerita remaja itu?”

“Buku? Sebentar, kamu memanggil aku kemaren mau bertanya soal buku?”

“Ini nomor anggota perpustakaanmu?” Dira membuka halaman buku yang sedang dibacanya, ada kartu peminjam dengan nomer D.2010.XA-15 dibarisan pertamanya.

Dygta tersenyum.

“Kenapa senyum?”

“Kamu sedang main detektif-detektif-an?”

“Nggak, aku cuma penasaran aja. Dan aku gak mau mati penasaran, karena setelah SMA aku baru menemukan seseorang yang selera bacaannya sama denganku. Dira menjelaskan penuh pembelaan.”

“Ya, ya. Hm… iya, itu nomerku, lalu?”

“Tidak ada.” Dan Dira sekuat tenaga mengabaikan keberadaan Dygta yang masih sibuk mengamatinya. Didalam hatinya ada rasa senang, bercampur dengan rasa marah karena sebal, dan juga ingin mengamuk, karena ternyata Dygta bersikap seolah-olah apa yang dilakukan Dira adalah hal paling konyol seluruh dunia.

 

Ini adalah rasa yang tidak mungkin diredam dalam hitungan menit, rasa ingin berbagi tentang pengalaman membaca, rasa ingin meng-ungkapkan semua greget saat mengikuti cerita, dan masih banyak hal yang ingin disampaikan Dira. Tapi ekspresi Dygta tidak pernah berubah, sekalipun saat menemukan Dira lewat disekitarnya, caranya memandang Dira sangat membuat Dira tidak senang, dan membenci keputusannya untuk menemukan seseorang dengan selera bacaan yang mirip dengannya.

Sampai hari kelulusan itu tiba,bagi Dygta. Dira mendapat tugas menjadi penerima tamu, dan dia berusaha untuk tidak tampak bagi Dygta, yang sepertinya malah berusaha menemukan Dira tepatnya saat usai acara resmi para siswa yang lulus tahun ini.

 

“Dira, aku nyariin kamu dari tadi, kemana aja, sih?” Dygta mengambil posisi duduk tepat disebelah Dira, yang sedang tidak mempedulikan siapapun kecuali buku bacaannya.

“Dira.” Sekali lagi Dygta memanggilnya sambil menatap wajah ayu Dira.

“Sedang tidak ingin diganggu.” Dira menjawab ketus.

Please, aku mau ngomong bentar.” Dygta memohon.

“Satu menit.” Dira tidak mengalihkan pandangannya dari halaman yang dibacanya.

Dygta menyodorkan selembar kertas, diselipkannya pada halaman yang tengah Dira baca.

Ini isinya :

(diambil dari sini)

 

“Lalu?” Dira tidak merubah ekspresinya sedetik pun.

“Maaf, kalau aku salah sangka dengan apa yang kamu lakukan kemaren, tapi yang pasti, aku mau kok berbagi sama kamu soal semangat membacamu itu. Aku lama berfikirnya, ya? Sebenarnya aku sedang berusaha membunuh gengsi-ku, aku gak suka kalau ketahuan sama yang lain, aku suka baca novel-novel seperti yang kebanyakan pembacanya adalah perempuan.”

“Lalu?” Sekali lagi Dira bertanya.

“Kita temenan, ya?” Dygta mengulurkan tangannya.

Dira mencoba menahan tawa dalam hati-nya, dan dia hanya tersenyum, menyambut ulur jabat tangan Dygta.

 

Malang, 6-7 Oktober 2011

Untuk Gerakan 30 Hari Menulis.

(1239 kata tidak termasuk yang ada dalam gambar)

 

No comments:

Post a Comment

tinggalkan pesan anda disini...