Basmalah... Bismillahirrahmanirrahiim

Hope Allah always beside on me, beside on us... and blessing all we do. Because without Allah, we are nothing.
Start everything in the name of Allah.

Kunjungan

Akhirnya mendapatkan petunjuk, untuk menjadikan halaman ini sebagai ruang belajar baru antara aku dan anakku. antara Shafiyyah dan Saffanah. mari kita coba -23042013-
free counters
Blogger Indonesia

Saturday, November 21, 2009

[LOMBA SERU] MENJADI PENULIS HEBAT?



MENJADI SEORANG YANG MEREKA BILANG HEBAT

Untuk lomba : (tetap ditulis dengan jujur dan dari hati yang tulus)
SAYA INGIN MENJADI PENULIS HEBAT.

Sabtu, 21 November 2009 – 13.05 wib

Hari ini tidak terlalu cerah, tidak terlalu mendung. Tapi rasanya sebentar lagi akan segera turun hujan. Kegiatan dan aktifitas diluar rumah akan sangat tidak didukung ketika hujan turun, kecuali salah satu dari kita adalah ojek payung, seseorang yang menyewakan payung bagi mereka yang tidak membawa payung saat hujan turun.

Pagi ini setelah memeriksa halaman facebook, main game sebentar, dan kemudian memeriksa beberapa halaman blog yang saya miliki, saya menemukan satu judul yang menantang saya, “SAYA INGIN MENJADI PENULIS HEBAT”. Dan jujur, itu membuat saya tertarik.

Setelah lebih dari tiga tahun berkutat dengan dunia blog, mengumpulkan teman-teman yang kiranya menarik ataupun tertarik di dunia penulisan, saya memang kesengsem dengan salah satu blog milik seseorang yang bernama JONRU. Nama yang singkat sekaligus unik bagi saya. Dan posting kali ini masih tentang karya beliau yang berkenaan dengan PENULIS HEBAT.

Saya tidak perlu berfikir dua kali untuk kemudian mengikuti segala hal yang menjadi aturan dari lomba yang di promosikan tersebut. Oh, ya. Saya lupa, penulishebat-dot-com mengadakan lomba penulisan yang bersifat bebas. Jadi, seakan-akan saya terhipnotis, saya langsung memutuskan untuk mengikutinya. Dalam artian, saya selalu merasa tertantang jika ada lomba penulisan semacam ini. Dan mungkin, motifasi saya selalu saja terbangun ketika mendapatkan tantangan, semacam lomba ini.

Setelah membaca syarat-syarat dan aturan lomba-nya, saya menyalakan komputer dan berpindah dari laptop ke “halaman kerja” saya. Pasti Pak Jonru bertanya, kenapa saya berpindah dari laptop ke komputer kerja (pc) saya. Ada satu alasan yang kadang tidak perlu diperdebatkan, “saya selalu merasa nyaman, menulis tanpa menghadap internet, daripada saat ada facebook dihadapan.” Dan memang komputer saya tidak dilengkapi dengan fasilitas modem, agar saya bisa selalu ber-konsentarsi dalam menyelesaikan pekerjaan saya. Sering kali saya melalaikan pekerjaan saya ketika menghadapi internet, dan itu menyebabkan banyak tulisan-tulisan saya tidak kunjung selesai.

Belum lagi ganguan dari luar, teriakan mama, rengekan adik, atau juga ajakan teman-teman untuk chating. That were be the bad thing that I must to face every time. Sehinga, komputer tanpa modem, dan headphone yang menutup dua telinga saya adalah teman baik untuk bisa membantu saya menyelesaikan banyak pekerjaan dengan segera.


Sabtu, 21 November 2009 – 15.45 wib

Yang tadi terputus, karena mama minta ditemani belanja. Jadi saya lanjutkan saja paparannya, tentang PENULIS HEBAT yang dimaksud Pak Jonru dalam e-book-nya, yang harusnya saya baca dulu sebelum menulis lengkap untuk lomba ini.

Di bagian satu, adalah; Prolog. Tentang bakat, tentang bukunya, tentang penulis, tentang penulis hebat. Dari sekian banyak buku penulisan yang saya selalu beli, dari beragam judul yang saya habiskan (membacanya) sebagai motifasi dan racun penyemangat untuk terus menulis, saya selalu patah arang. Bukan tanpa alasan, segala hal tentang penulisan yang sudah saya pelajari (serius dan khusus) sejak SMA, seakan-akan tidak didukung dengan beragam penjelasan yang ada di dalam buku-buku yang pernah saya baca sebelumnya. Sampai halaman 14 e-book-nya Pak Jonru, saya terketuk.

“Sementara bila sudah memiliki soft skill yang sangat baik, maka Anda sudah layak disebut penulis hebat, walau belum ada satu orang pun di dunia ini yang mengakui eksistensi Anda sebagai penulis.” Dari paragraf ini, saya menyadari dimana kesalahan saya bermula, hingga eksistensi yang pernah saya bangun dulu, pupus.

Jawaban semua-nya tentang orang hebat dalam e-book perkenalan ini, benar. Dan kebenaran itu bukan sekedar kata-kata saja. Pengalaman telah banyak menjelaskan pada saya, tapi tetap saja ketika berhadapan dengan sesuatu yang mematahkan impian saya, saya berhenti menulis (meski paling lama sekitar tiga bulan).

Sampai pada bagian Mindset yang berusaha dipaparkan Pak Jonru, saya menjadi bingung harus menuliskan apa lagi. Ketika beranjak semakin dewasa, dengan beragam pengharapan, impian, dan target yang tinggi dan semakin tinggi setiap harinya. Pada kenyataannya, saya memang semakin sulit untuk menghasilkan tulisan seperti yang pernah saya lakukan dulu.

Dulu, dulu sekali. Rasanya sudah lama sekali. Saya pernah menulis, dengan kebebasan, tanpa takut mengambil resiko, di-kritik pedas oleh teman-teman saya yang menjadi pembaca setia, kalah lomba, atau bahkan tulisan ditolak penerbit. Karena sekarang, saya punya impian yang “dewasa”, penuh perhitungan, dan sarat kekhawatiran.

Dan itu bermula sejak tulisan-tulisan saya mulai ditolak mentah-mentah oleh penerbit-penerbit. Satu-satu… dan akhirnya hampir empat tahun ini, saya hanya menulis untuk diri saya sendiri, tanpa pernah lagi menunjukkan pada mereka-mereka tulisan-tulisan saya yang mulai tumbuh dan berkembang (menurut saya).

Dan sayang-nya saya hanya membaca e-book perkenalan ini, belum lengkap. Sehingga penawaran dari lomba menulis ini cukup memikat hati saya.

Saya sangat ingin mewujudkan cita-cita saya yang pernah bertunas dulu. Menjadi seorang penulis hebat dan sukses, yang mampu membangun impian dan motifasi bagi setiap pembacanya, yang mampu merangkai setiap kata penuh manfaat untuk semuanya. Saya ingin menjadi seorang penulis dengan kekuatan hati, tetap menulis walaupun terus dan selalu saja ditolak, karena ketidak-sempurnaan yang saya miliki. Karena itu, mungkin seharusnya saya, memperbaiki mental dan hati saya terlebih dahulu.


Masih di hari Sabtu, 21 November 2009 – 18.20 wib

Seusai shalat magrib, saya mencoba memikirkan lagi, apa cerita saya tentang penulis hebat, yang sebenarnya saya ingin ceritakan pada semua yang membaca tulisan ini. Satu permisalan yang kemudian terlintas dalam benak saya, “Saya dan menulis, seperti gula yang dilarutkan dalam air.”

Berlebihankah? Rasanya tidak. Karena jika sudah mulai menulis, saya sering kali lupa, berapa banyak tugas dan pekerjaan lainnya yang terabaikan. Dan karena itu, saya selalu berusaha memilih waktu yang tepat untuk menulis dan menghasilkan tulisan dengan hasil yang baik. Dan sering kali waktu tepat itu adalah sesudah shalat maghrib atau isya’, hingga kadang larut malam.

Di masa saya menulis dengan sangat produktif, dalam satu hari saya bisa menghasilkan dua atau tiga cerpen (cerita pendek) dengan standar penulisan majalah (sekitar 8 halaman A4, dobel spasi). Dan tulisan-tulisan itu masih saya kerjakan dengan bulpoin di atas kertas folio bergaris, lalu akan saya ketik di akhir minggu, dan mengirimkannya ke beberapa majalah di minggu berikutnya.

Masa-masa itu adalah masa yang tidak akan saya lupakan, mengabaikan fisika dan matematika hanya demi cerpen? Mungkin tidak akan dilakukan oleh orang hebat, tapi saya belum pernah menjadi hebat atau bahkan dianggap hebat. Saya selalu saja larut dalam kesenangan menulis, sampai melupakan kewajiban yang harusnya saya selesaikan saat itu.

Dan dengan tidak peduli, kadang saya sodorkan saja pada teman-teman saya untuk mereka beri nilai, penilaiannya dari 3 sampai 6. tiga untuk cerita yang tidak berkesan dan tidak berguna, hanya sekedara basa-basi, dan nilai maksimal 6 untuk cerita yang bisa dimengerti dengan mudah dan memiliki nilai kesan yang mengena bagi lima orang pembaca pertama.

Masa-masa itu berlalu dengan cepat, sampai kemudian saya mulai memasang target “menghasilkan karya”. Bukan tanpa alasan, dalam satu tahun, dua cerpen dimuat di majalah, dan puluhan lainnya ditolak, karena tidak sesuai dengan nilai pasar, membuat saya bertanya-tanya, apa yang kurang dari tulisan saya, hingga karya saya selalu saja di-anggap tidak sesuai dengan nilai pasar.

Memasuki masa-masa krisis ide, kemudian ada keinginan hadir untuk menulis sesuatu yang berbeda.
Sebuah karya dengan judul BIRU, menjadi satu yang paling membuat saya bahagia. Bukan tanpa sebab, tapi jelasnya, tulisan ini benar-benar telah menunjukkan perubahan saya yang paling mendasar, saya tidak lagi cukup puas hanya menulis cerpen di majalah. Saya ingin punya karya besar seperti yang penulis-penulis hebat lain hasilkan.

Sehingga saya melakukan banyak cara untuk bisa membuat tulisan ini dibaca oleh mereka yang tidak lagi sekedar teman biasa. Mulai dari teman-teman main adik saya, sampai beberapa kenalan diluar lingkaran studi saya. Dan pertanyaan kepada mereka selalu sama, “Apa yang membuat kamu mau membaca tulisan ini?”

Saya tidak bisa menjelaskan jawaban mereka, hanya saja saya menyimpulkan, bahwa tulisan yang saya hasilkan, seperti hal-nya BIRU, adalah bacaan yang memang tidak semua orang mau membacanya.

Salah seorang penulis ternama yang pernah saya sodori tulisan saya menyatakan, “menulislah sesuatu dengan bahasa kekinian, kalau mau pasar menerimanya.” Dan perasaan terpukul itu, telak, saat kemudian beberapa penerbit yang saya kirimi review BIRU lewat e-mail menyatakan, tidak seseuai dengan keinginan pasar saat ini.

Dan berhenti menulis, mungkin jadi pilihan saya yang bijak, alasan utama kalau ada teman dekat yang bertanya, saya harus menyelesaikan studi saya. Kemudian alasan itu berkembang menjadi, titel studi saya tidak berhubungan sama sekali dengan cerpen atau novel. Hingga hari ini, saya hanya menulis di blog, notes facebook, atau bahkan tidak menyodorkannya pada orang lain. Sekalipun saya masih menyimpan beberapa karya lagi, yang sangat ingin saya jadikan sebuah script film.

Di lain halaman. Kalau saya harus mendeskripsikan tentang penulis hebat, saya akan sebut nama WS Rendra, Taufik Ismail, atau D. Zawawi Imron. Kenapa harus mereka? Karena mereka tidak pernah berhenti, sekalipun usia yang mematri mereka. Hanya berbekal pena dan kertas, mereka tetap menuangkan karyanya. Tidak peduli dibaca oleh siapa, tidak juga memaksakan harus diterbitkan oleh media mana. Karena beliau-beliau yang selalu membangunkan lelap tidur semangat dan keinginan saya.

Apakah Pak Jonru akan bertanya pada saya, “Kenapa harus beliau-beliau itu, yang saya anggap HEBAT?” Ada jawabannya, bukan sekadar jawaban, kenapa harus mereka, tapi terlebih karena saya memulai tulisan saya dengan bait-bait sederhana, paragraf-paragraf ringkas, dan bahasa-bahasa permisalan yang memaksa seseorang berfikir.

Saya gak peduli, yang pasti saya sangat ingin seperti mereka. Dan sekarang, untuk kembali membangunkan lelap tidur semangat dan keinginan saya dalam menulis, ada sebuah buku yang rasanya harus saya selesaikan membacanya. CARA DAHSYAT MENJADI PENULIS HEBAT.

Rasanya, sekalipun yang lain bertanya, saya pernah menulis apa? Boleh saja di cek di sini. Tapi kalau masih juga tidak percaya kalau saya rajin menulis dan tidak pernah berhenti menulis boleh diperiksa di sini.

The last but not the end.

Tentang; CARA DAHSYAT MENJADI PENULIS HEBAT

Sebuah buku yang saat ini hanya berformat e-book, karya Pak Jonru. Dan kalaupun salah satu dari kalian ada yang berusaha menemukannya di toko buku, maaf, belum ada. Tapi untuk sebuah e-book, ada beberapa penawaran yang bisa didapatkan pembelinya secara langsung (tidak seperti membelui buku versi cetak di toko buku).

Seperti yang saya baca hari ini, sebuah e-book CARA DAHSYAT MENJADI PENULIS HEBAT, yang sangat ingin saya miliki saat ini, seharga Rp. 49.500,- pembelinya akan mendapatkan voucher diskon dari SEKOLAH MENULIS ONLINE (SMO) yang dikelola oleh Pak Jonru, sebesar Rp. 200.000,-.

Ada yang mau membelikan buat saya? Apa lagi buat yang mau belajar menulis, voucher diskon ini termasuk yang besar, yang pernah diberikan SMO. Dan masih banyak penawaran lain yang cukup menggiurkan untuk mereka yang kata Pak Jonru dalam perkenalannya, “Untuk Penulis yang punya PENYAKIT minderan, kurang motivasi, gampang menyerah, bingung harus menulis apa,….”

Selain itu, penawaran diatas hanya akan ada selama buku tersebut masih dalam versi e-book. Dan kalau sudah keluar dalam versi cetak, maka usailah penawaran-penawaran yang ada.

Tentang; LOMBA MENULIS “SAYA INGIN JADI PENULIS HEBAT”

Kalau setelah membaca tulisan saya diatas, masih juga penasaran, seperti apa sesuatu hal yang membuat seseorang seperti saya masih ingin terus belajar…

Boleh cek di halaman-halaman ini: ICE CREAM, CHOCOLATE, atau YOGURT STROWBERRY. Saya tidak tahu bagaimana lagi cara membuat tulisan ini menarik, lebih menarik dari Salah satu menu favorit saya saat sedang berusaha menyelesaikan tulisan yang saya harap bisa jadi yang memuaskan pembacanya nanti.

Mungkin itu dulu teman, karena sudah cukup banyak kata tertuang disini. Tulisan yang bukan curhat, bukan promosi, bukan juga gombalan basi a.k.a. picisan. Semoga saya bisa membangun motifasi saya kembali disini, dan ikut juga memotifasi teman-teman yang menulis dan ingin menjadi penulis hebat. Menjadi yang hebat tidak saja menurut mereka tetapi juga hebat bagi dunia.

Salam hangat penuh perjuangan
Shafiyyah Ulfah (ephy / -phy-)

Malang, Hujan deras
Sabtu, 21 November 2009
20.15 wib



Sunday, November 01, 2009

[notes] Kisah Sepasang Kaki


Hari ini, ada sesuatu yang terlintas dalam otakku. Tentang sepasang kaki-ku yang telah kugunakan sepanjang hidupku. Dan kurasakan manfaat dari sepasang kaki pemberian-Nya ini.
Sekalipun bukan kaki yang indah, tapi manfaat kedua kaki ini sangat terasa... dan meskipun tidak selalu dalam kondisi yang terbaik, kaki-kaki ini tetap saja setia dan bersabar untukku.
Lalu aku teringat tentang hatiku yang selalu saja menangis, saat aku merasa tidak senang, tidak puas, menyesal, ataupun marah. Dan aku menjadi bertanya dalam hati, "kenapa aku tak bisa seperti sepasang kaki-ku ini?"

Keseimbangan yang mereka bangun, membuatku bisa selalu berdiri tegak.
Jika salah satu lelah, yang lain bisa jadi penopang, sementara yang lelah beristirahat.
Dan jika terluka, mereka tidak akan putus asa dan menyerah begitu saja... mereka berusaha untuk tetap bisa menjadi berarti sekalipun tidak digunakan sementara.

Dan kemudian aku tersenyum dalam hati... seraya berujar pada diri...

Hidup ini memang bukan sesuatu yang mudah...
Hidup ini adalah satu ruang, dimana kita diberi kesempatan untuk berusaha
Dimana kita diberi waktu untuk berbuat sebaik-baiknya, amal ibadah, dan segalanya
Hidup bukan sesuatu yang untuk selalu dikeluhkan
Karena dengan mengeluh, dia akan menjadi lemah, dan kemudian merasa tidak berarti hinga tidak mau lagi berusaha

Sesaat tadi aku memijati kakiku yang lelah, karena kuajak jalan seharian...
Bukan jalan kaki...
Tapi berjalan-jalan dengan beragam aktifitas satu hari ini...
lalu aku mengucap syukur yang begitu dalam...
Karena kaki-kaki ini tidak pernah mengeluh padaku, tidak juga unjuk rasa dan melakukan aksi mogok karena kadang aku mengabaikan lelah mereka...

Hari ini sekali lagi.. aku ingin berterima kasih kepada kedua kakiku
Sepasang kaki pemberian-Nya yang sangat bermanfaat...
Semoga, mereka akan terus berada di sini bersamaku hingga akhir waktuku nanti...

gambar dari sini

malang, malam yang melelahkan..
1 November 2009
19:50 wib