Cerita sebelumnya:
Ada 3 orang cowok; Dion, Kaka, dan Vito... berurusan dengan seorang Terry....
“Gak ada.”
“Serius loh?” Vito benar-benar tidak mempercayaiku.
“Iya, aku cuma suka aja sama kalian.” Aku menemukan senyuman yang tidak biasa di wajah Kaka.
“Suka?” Dia bergumam yang bisa didengar oleh kami semeja.
“Naksir?” Dion menegaskan.
“Ha? Ya, gak lah!” Aku serasa tertawa dengan ketidakmengertian mereka tentangku.
“Trus?” Dion masih lebih penasaran.
“Ini.” Aku menyodorkan mereka satu buku yang baru saja selesai kukerjakan. “Aku berniat membukukan sesuatu yang benar-benar beda, dan menurut aku kalian beda.”
“Beda?” Kaka menarik buku itu dari Vito, dia tampak tak percaya dengan pernyataanku kali ini.
“Coba buka halaman 13, Ka.” Aku mengujinya dengan satu kenyataan tentang apa yang dia tak pernah pahami. Kaka membaca bait itu, didengar semua.
Berjalan sendiri
Menyusuri jalan yang sepi
Tanpamu kusadari
Aku hanya sosok kosong
Jiwaku pergi bersamamu
Kenangan indah tak cukup
Obati rindu yang melagu
Dan aku tak pernah berhenti
Menantimu kembalikan jiwaku
“Bagus, keren.” Vito memuji tulus.
“Itu kamu.” Aku menatap Kaka yang tak percaya dengan pujian Vito padaku.
“Ha? Maksud kamu?” Kali ini dia penasaran.
“Iya, kadang sosok seseorang bisa diambarkan dengan puisi, dan aku melakukannya pada kalian.” Dan aku mulai membagi bibit keindahan yang akan menjadikan mereka jauh lebih indah dari yang hari ini.
“Gak ngerti.” Dion jujur tentang ketidak-mengertiannya.
“Satu tahun ini aku selalu jadi tempat curhat teman-teman satu kos. Bosen. Aku gak minat pacaran, tapi kenapa aku harus jadi sok pintar dengan menjadi konsultan hati mereka. Aku gak suka, sedangkan disatu sisi, kadang mereka membicarakan tentang pilihanku, being single. Dan sejak kalian muncul di acara kampus hari itu, kalian adalah idola mereka.”
“Idola?” Kali ini mereka serempak terkejut.
“Tiap malam Dion, baru satu menit selesai Dion, ganti Vito, trus kamu, Ka. Mutia itu seakan tidak punya idola lain selain kamu.”
“Kamu satu kos dengan Mutia?”
“Gak, tapi dari kamarnya ke balkon, ketemu kamarku. Dan jadilah dia mengacaukan jam tidurku tiap malam minggu.”
“Serius? Memang sampai jam berapa?”
“Kadang jam satu, kalau dia paksa aku bisa sampai jam dua, jam tiga.... sekali.”
“Maafin sepupu gue ya!”
“It’s Ok. Tapi kalian benar-benar harus menebusnya!” Kali ini mereka memahami alasannya tanpa bertanya lebih banyak lagi.
Merajut sutera ungu
Diantara hamparan biru
Mengenang duka yang berlalu
Tanpa satu bait pun lagu
Hanya aku sendiri menanti
Apa yang tak lagi berarti
Tanpa hadirnya kekasih hati
Yang selalu menghibur hidup ini
Ada jembatan kebahagiaan
Terhampar dalam jalur utara kesedihan
Yang selalu diuraikan
Bersama dengan rasa kehilangan
Aku dalah untaian biru
Yang diuraikan bersama ungu
Menjalin keindahan diantara cemburu
Menghapuskan semua kabut tanpa ragu
Apa yang akan terjadi setelah bait-bait ini kutemukan dalam catatan Kaka yang aku pinjam, aku tidak tahu. Tapi yang pasti, setiap kali bertemu dengan Kaka aku selalu berusaha menemukan, siapa yang telah memacu instingnya untuk bicara cinta.
(looking for model for this story)
No comments:
Post a Comment
tinggalkan pesan anda disini...